BRUSSELS, TribunOne.com – Presiden Prancis Emmanuel Macron mengungkapkan kekhawatirannya atas kemungkinan Iran menarik diri dari Perjanjian Nonproliferasi Senjata Nuklir (NPT), sebuah langkah yang ia sebut sebagai “skenario terburuk” bagi keamanan global. Ia menyerukan respons cepat dan tegas dari komunitas internasional untuk mencegah Teheran keluar dari pakta penting pengendalian senjata tersebut.
“Keluarnya Iran dari NPT akan menjadi penyimpangan serius dan memperlemah sistem pengendalian senjata secara kolektif,” ujar Macron kepada wartawan usai menghadiri KTT Uni Eropa di Brussels, Kamis (26/6/2025).
“Harapan kami adalah adanya konvergensi pandangan yang sejati, karena tujuannya … adalah untuk mencegah dimulainya kembali kegiatan proliferasi [Iran],” ujarnya, yang dilansir Russia Today, Jumat (27/6/2025).
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Ketegangan meningkat setelah sejumlah politisi Iran mengancam akan mendorong pemerintahnya keluar dari NPT sebagai respons atas serangan Amerika Serikat dan Israel terhadap beberapa situs nuklir strategis Iran. Serangan pada 22 Juni lalu termasuk fasilitas pengayaan uranium di Fordow, yang menjadi pusat perhatian dunia internasional.
Meski Macron menilai serangan militer AS itu “efektif secara taktis”, ia memperingatkan bahwa dampak diplomatiknya bisa sangat berbahaya. Menurutnya, mundurnya Iran dari NPT berisiko memicu kembali aktivitas proliferasi nuklir yang selama ini coba dibatasi oleh perjanjian internasional tersebut.
Macron juga mengungkapkan rencana Prancis untuk segera menggelar konsultasi dengan empat anggota tetap Dewan Keamanan PBB lainnya. Amerika Serikat, Inggris, Rusia, dan China untuk menyatukan posisi menghadapi krisis ini. Ia menambahkan bahwa dirinya telah memberi pengarahan langsung kepada Presiden AS Donald Trump terkait komunikasi terakhir antara Paris dan Teheran.
Sementara itu, Kepala Badan Energi Atom Internasional (IAEA), Rafael Grossi, turut menyatakan keprihatinannya. “Akan sangat disesalkan jika Iran benar-benar keluar dari NPT,” katanya.
Dari pihak Iran, Ketua Komite Hubungan Luar Negeri Parlemen, Abbas Golroo, menegaskan bahwa negaranya memiliki “hak hukum” untuk menarik diri dari NPT. Pernyataan itu muncul tak lama setelah Parlemen Iran memutuskan untuk menangguhkan kerja sama dengan IAEA, menyusul tudingan bahwa badan PBB tersebut gagal mengecam serangan militer AS secara tegas.
Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, tetap menegaskan bahwa program nuklir negaranya bersifat damai dan bertujuan untuk kepentingan sipil. Namun, ketegangan yang meningkat ini kembali menyorot ketidakpastian masa depan diplomasi nuklir global (*).