TRIBUNONE.COM NUSANTARA — Penjarahan brutal tambang batu bara ilegal di jantung konservasi Tahura Bukit Soeharto, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, kian menunjukkan wajah bobrok pengelolaan sumber daya alam di Indonesia. Di balik tambang liar yang menggasak kawasan hutan lindung sejak 2016, menguaplah potensi pendapatan negara hingga Rp5,7 triliun, ditambah kerusakan ekosistem yang belum tentu bisa dipulihkan.
Tak hanya menjarah alam, distribusi batu bara hasil rampokan itu disinyalir mengalir deras lewat jalur resmi: Pelabuhan Kaltim Kariangau Terminal (KKT), Balikpapan, seolah sistem pengawasan negara mati suri. Penelusuran tim Direktorat Tipidter Bareskrim Polri telah merembet ke para pengelola pelabuhan hingga ke KSOP Balikpapan. Semua dokumen pengapalan kini sedang diobrak-abrik demi membongkar siapa saja yang ikut menikmati hasil kejahatan lingkungan ini.
Wakil Direktur Tipidter Bareskrim Polri, Kombes Indra Lutrianto Amstono, mengatakan sejauh ini belum ditemukan indikasi keterlibatan pengelola KKT dalam praktik tambang ilegal tersebut.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“KKT sampai dengan saat ini keterlibatannya belum ada. Kita sudah lakukan pemeriksaan,” kata Indra saat dikonfirmasi. (*)
Jejak distribusi batu bara ilegal tengah dikuliti satu per satu. Aparat kini fokus memburu pembeli batu bara haram, baik perorangan, perusahaan, hingga korporasi besar yang bisa jadi selama ini menikmati pasokan murah dari hasil eksploitasi kawasan lindung.
Ini bukan sekadar tambang ilegal. Ini kejahatan sistematis yang melibatkan banyak aktor: dari para penambang liar, cukong batu bara, pelabuhan, hingga pihak-pihak yang selama ini menutup mata. Dan lebih mengerikan, semua terjadi di bawah hidung otoritas negara di tengah kawasan strategis nasional yang berdekatan langsung dengan ibu kota negara (IKN).
KSOP Balikpapan Diperiksa
Selain pengelola pelabuhan, penyidik juga telah meminta keterangan dari Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Balikpapan. Pemeriksaan dilakukan terhadap pejabat dari Seksi Lalu Lintas Angkutan Laut (Lala) yang menjelaskan ihwal dokumen pengapalan milik masing-masing perusahaan.
“KSOP sudah kita periksa juga, dari seksi Lala. Mereka menyampaikan terkait dokumen pengapalan yang dimiliki masing-masing perusahaan,” jelas Indra.
Dari tanggal 23–27 Juni 2025, operasi gabungan Bareskrim, KLHK, Kementerian ESDM, dan Otorita IKN menguak tabir tambang ilegal yang selama ini menjarah Tahura secara membabi buta. Fakta mencengangkan terungkap: batu bara diangkut dengan karung-karung, layaknya barang curian murahan, namun nilainya menyentuh triliunan rupiah.
Indonesia kembali dipermalukan oleh kebobrokan tata kelola dan lemahnya pengawasan. Siapa dalang sebenarnya di balik perampokan ekologis ini? Siapa pembeli batu bara ilegal yang menyulut kerusakan hutan konservasi? Semua masih dalam penyelidikan, tapi satu hal pasti kejahatan ini bukan ulah individu. Ini kejahatan terorganisir. Ini skandal nasional.