Mutasi ASN di Kutai Barat Disorot, Pejabat Turun Eselon hingga Penunjukan Plt Diduga Sarat Titipan Politik

- Penulis

Minggu, 24 Agustus 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

TRIBUNONE.COM, SENDAWAR – Pergeseran jabatan aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kutai Barat (Kubar) kembali menuai sorotan publik. Sejumlah pejabat dilaporkan mengalami penurunan eselon tanpa dasar hukuman disiplin, sementara penunjukan pelaksana tugas (Plt) kepala dinas juga dinilai menyalahi aturan. Tak pelak, kebijakan ini memunculkan dugaan kuat bahwa mutasi tersebut sarat dengan kepentingan politik Bupati Kutai Barat, termasuk adanya “titipan pejabat” untuk mengakomodasi kepentingan tertentu.

Berdasarkan data yang dihimpun, sedikitnya empat pejabat eselon III.a yang sebelumnya menduduki posisi strategis kini diturunkan menjadi eselon III.b. Mereka adalah Sepinus yang sebelumnya menjabat Kepala Bagian Protokol dan Komunikasi Pimpinan (Prokopim), menjadi Kepala Bidang Perpustakaan Dinas Arsip dan Perpustakaan, Agustus Tinus Dalung yang sebelumnya menjabat Kepala Bagian Ekonomi menjadi Kepala Bidang Hubungan Industrial Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Rosa Ngeruk yang sebelumnya menjabat Kepala Bagian Kesejahteraan Rakyat (Kesra) menjadi Kepala Bidang Penyuluhan Dinas Pertanian serta Martoyosan yang sebelumnya menduduki jabatan sekretaris Perkimtan dan kini sebagai Sekretaris Camat Melak.

Tidak berhenti di situ, Margaretha yang semula menjabat Kepala Bagian Keuangan Sekretariat Dewan juga mengalami nasib serupa. Ia dipindahkan ke posisi Kepala Bidang Pajak Bumi dan Bangunan serta BPHTB di Badan Pendapatan Daerah (Bapenda), yang setara eselon III.b. Bahkan, Fachrujiansyah Bachssan, pejabat eselon III.b di Dinas Pariwisata, justru diturunkan ke jabatan eselon IV.a menjadi Kasi Pendidikan & Kesehatan di Kecamatan Sekolaq Darat.

ADVERTISEMENT

ads

SCROLL TO RESUME CONTENT

Langkah ini dinilai bertentangan dengan aturan yang berlaku. Pasal 198 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS yang diperbarui dengan PP Nomor 17 Tahun 2020 menegaskan bahwa mutasi PNS hanya dapat dilakukan pada jabatan yang setara. Penurunan jabatan semestinya hanya bisa dijatuhkan sebagai hukuman disiplin berat sesuai PP Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS, setelah melalui proses pemeriksaan resmi.

Seorang ASN senior di lingkungan Setkab Kutai Barat yang meminta identitasnya dirahasiakan menilai mutasi tersebut tidak hanya cacat prosedur, tetapi juga berbau politis.

“Kalau bergeser, aturannya harus setara. Kalau turun eselon, berarti ada hukuman disiplin. Faktanya, tidak ada satupun pejabat itu yang sedang menjalani hukuman. Artinya, kebijakan ini bisa dianggap cacat hukum. Bahkan banyak yang menilai ini sarat dengan dendam politik bupati terhadap pejabat yang dianggap tidak loyal,” ujarnya, Minggu (24/8/2025).

Ia menambahkan, penurunan eselon sangat berdampak pada karier dan kesejahteraan ASN.

“Begitu turun eselon, tunjangan jabatan otomatis berkurang. Padahal mereka sudah mengabdi lama dan bekerja sesuai target. Ini jelas merugikan ASN dan melanggar prinsip meritokrasi. Ironisnya, yang justru dipromosikan adalah orang-orang dekat bupati yang disebut-sebut sebagai titipan politik,” tegasnya.

Baca Juga:  Kutai Barat Dikeruk: Jejak Tambang, Dinasti Politik, dan Pengkhianatan Atas Nama Lingkungan

Selain penurunan eselon, publik juga menyoroti penunjukan sejumlah pejabat sebagai Plt kepala dinas yang dinilai menyimpang. Misalnya, Plt Kepala Dinas Tenaga Kerja dijabat Kepala Bagian Persidangan Setwan, Plt Kepala Dinas Sosial dijabat Camat Sekolaq Darat, Plt Kepala Dinas Pariwisata dijabat Kepala Bagian Umum Setwan, hingga Plt Kepala Pelaksana BPBD dipercayakan kepada Kepala Bagian Keuangan Setkab.

Padahal, Surat Edaran Badan Kepegawaian Negara (BKN) Nomor 1/SE/I/2021 menegaskan bahwa pejabat Plt seharusnya berasal dari jabatan yang setara atau paling tinggi satu tingkat di bawah jabatan yang kosong. Penunjukan pejabat eselon III untuk memegang jabatan eselon II jelas menyalahi ketentuan.

“Kalau Plt kepala dinas ditunjuk dari camat atau kepala bagian, itu berarti dua tingkat di bawah jabatan seharusnya. Secara aturan tidak sah dan bisa merusak tatanan birokrasi. Apalagi kepala dinas punya kewenangan besar, baik dalam anggaran maupun kebijakan publik,” ungkap sumber tersebut.

Ia juga menyinggung bahwa fenomena ini tidak bisa dilepaskan dari kepentingan politik Bupati Kutai Barat.

“Pejabat-pejabat yang dekat dengan lingkaran kekuasaan justru naik, meski tidak sesuai aturan. Sementara yang tidak sejalan malah diturunkan. Pola ini membuat publik menilai ada unsur balas dendam politik dan titipan pejabat,” katanya.

Menurut dia, hal ini sangat berbahaya bagi keberlangsungan birokrasi. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2022 tentang ASN secara tegas mengatur bahwa pengelolaan ASN harus berbasis sistem merit, yakni menempatkan orang berdasarkan kompetensi, kualifikasi, dan kinerja. Namun praktik mutasi di Kutai Barat justru bertolak belakang dengan prinsip tersebut.

“ASN bukan alat politik. Kalau hari ini pejabat diturunkan hanya karena dianggap tidak loyal, besok bisa siapa saja yang bernasib sama. Itu membuat birokrasi resah dan motivasi ASN merosot drastis. Jangan sampai birokrasi yang seharusnya profesional justru dipolitisasi untuk kepentingan balas dendam,” ujarnya lagi.

Ia mengingatkan bahwa ASN memiliki hak karier yang dilindungi undang-undang. Setiap mutasi yang tidak sesuai aturan berpotensi digugat ke ranah hukum, baik melalui Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) maupun Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Hingga berita ini diturunkan, Bupati Kutai Barat maupun Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) belum memberikan keterangan resmi. Publik menanti klarifikasi yang jujur agar isu dugaan dendam politik dan titipan pejabat tidak semakin merusak citra birokrasi.

“Kalau tidak ada klarifikasi, masyarakat akan menilai mutasi ini lebih ke kepentingan politik, bukan kebutuhan organisasi. Itu sangat disayangkan karena birokrasi mestinya bebas dari intrik politik. Tapi kenyataannya, aroma balas dendam dan titipan pejabat sudah tercium kuat,” pungkas narasumber tersebut.

Reporter: Rb

Facebook Comments Box

3.5 2 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments

Berita Terkait

Geger Anjing Dimutilasi di Kutai Barat, Pekerja PT BEK Jadi Terduga Pelaku
Pekerja Dibohongi, Lahan Dicuri, Air Dicemari: Mafia Tambang Emas Liar Di Kubar Diduga Dibekengi Oknum Berseragam
Lima Gubernur Terkaya di Indonesia, Sherly Tjoanda Tempati Puncak dengan Harta Rp709 Miliar
5 Anggota DPR Terkaya Periode 2024–2029, Salah Satunya Anak Presiden
Skandal Tanah Kelian Dalam: Jebakan Dokumen Gelap, Oknum Polisi Masuk Angin, dan Pembantaian Hak oleh PT ISM
BULOG dan POLRI Matangkan Gerakan Pangan Murah Serentak, Tegaskan Komitmen Jaga Stabilitas Harga Beras Nasional
Mbak Ita Tantang KPK di Persidangan: Kenapa Indriyasari Belum Jadi Tersangka?
Lahan Rakyat Disita, HGU Mangkrak Dibiarkan: Ironi di Negeri Agraris. Jangan Cuma Tegas ke Petani Kecil, Lunak ke Korporasi
Berita ini 582 kali dibaca

Berita Terkait

Minggu, 24 Agustus 2025 - 03:45

Mutasi ASN di Kutai Barat Disorot, Pejabat Turun Eselon hingga Penunjukan Plt Diduga Sarat Titipan Politik

Sabtu, 23 Agustus 2025 - 03:45

Geger Anjing Dimutilasi di Kutai Barat, Pekerja PT BEK Jadi Terduga Pelaku

Selasa, 19 Agustus 2025 - 14:00

Pekerja Dibohongi, Lahan Dicuri, Air Dicemari: Mafia Tambang Emas Liar Di Kubar Diduga Dibekengi Oknum Berseragam

Rabu, 13 Agustus 2025 - 08:37

Lima Gubernur Terkaya di Indonesia, Sherly Tjoanda Tempati Puncak dengan Harta Rp709 Miliar

Rabu, 13 Agustus 2025 - 08:18

5 Anggota DPR Terkaya Periode 2024–2029, Salah Satunya Anak Presiden

Berita Terbaru