Tribunone.com – Kisruh pertambangan di Kutai Barat (Kubar), Kalimantan Timur (Kaltim), kembali meledak ke permukaan. Penelusuran eksklusif Tribunone.com mengungkap indikasi kuat adanya praktik manipulasi legalitas yang dilakukan oleh perusahaan tambang besar: PT. Nusa Bara dan PT. Sela Nusa Bara.
Dengan dalih Izin Usaha Produksi (IUP) batubara, dua entitas ini diduga mengalihfungsikan kawasan konsesi menjadi tambang emas illegal menabrak hukum dan melecehkan sistem tata kelola pertambangan nasional.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Dari IUP Batubara ke Tambang Emas: Praktik Manipulasi Konsesi
Dalam investigasi yang dilakukan di daerah Magrang, RT. 09 Kampung Linggang Tutung, Kecamatan Linggang Bigung, tepat di bagian selatan kawasan Hutan Lindung Kelian Lestari (HLKL) ditemukan aktivitas penambangan emas liar (PETI) berskala besar. Lokasi ini berada di perbatasan konsesi bekas PT. Kelian Equatorial Mining (KEM), kawasan yang seharusnya steril dari aktivitas pertambangan pasca-reklamasi.
Namun temuan di lapangan berbicara lain. Berbekal IUP OP PT. Sela Bara No. 545.k/395/2009 dan PT. Nusa Bara No. 545.k/631/2009, perusahaan yang mengklaim izin untuk eksploitasi batubara justru memanfaatkan celah legalitas untuk menambang emas secara diam-diam menggunakan alat berat.
Salah satu pekerja di lokasi, yang enggan disebutkan namanya, mengungkap kepada iNewsnet.com. “Kami awalnya diajak untuk cek lokasi batubara. Tapi saat sudah di tempat, kami justru disuruh bangun panggung, siapkan alat dompeng, dan mulai kerja emas. Kami cuma kerja, nggak tahu apa-apa soal izinnya.” ungkapnya.
Sementara itu, Sarmansyah, tokoh masyarakat Kampung Tutung, saat dikonfirmasi menyatakan.
“Memang ada dengar-dengar, tapi saya belum tahu persis karena belum cek ke lokasi. Tapi informasinya memang ada kegiatan penambangan emas di Magrang yang masuk wilayah RT. 09 Tutung.” Ujar Sarman.
Pernyataan ini menunjukkan bahwa informasi mengenai aktivitas ilegal ini sudah beredar di kalangan masyarakat, meskipun belum seluruhnya terverifikasi secara lokal.
Dalang di Balik Skema Kotor:
Dari sumber-sumber di lapangan, praktik ilegal ini dikendalikan oleh sejumlah orang berpengaruh. Nama-nama seperti Nurhadi (purnawirawan polisi), kemudian Julio, Dea, dan Koasun (WNA asal China), disebut-sebut sebagai aktor kunci dalam operasi tambang ilegal dan manipulasi IUP OP Batubara Sela Bara.
Mereka bukan hanya berperan sebagai pemilik modal dan pengendali lapangan, tetapi juga diduga memiliki jejaring kuat yang menyentuh unsur aparat dan birokrasi lokal.
Aktivitas tambang emas ini berjalan lancar sejak Februari 2025. Dengan ekskavator dan mesin dompeng, wilayah yang berjarak 2,5 jam dari Barong Tongkok itu telah berubah menjadi tambang emas terbuka yang merusak ekosistem secara masif.
Ke Mana Aparat Penegak Hukum (APH) dan Dinas Lingkungan Hidup?. Lebih memprihatinkan lagi, kegiatan ini berlangsung tanpa ada tindakan nyata dari instansi terkait. Dinas Lingkungan Hidup dan aparat kepolisian tampak abai atau justru diduga sengaja menutup mata. Sementara kerusakan ekologis dan pelanggaran hukum terjadi secara terang-terangan, negara seolah lumpuh dalam fungsi pengawasannya.
Aliansi Penyelamat Hutan Kutai Barat (APHKB) Bersuara, tapi Tidak Menyoroti Aktivitas Ini, ada Apa?
Gerakan sipil yang tergabung dalam Aliansi Penyelamat Hutan Kutai Barat (APHKB) telah menyerukan penghentian aktivitas tambang emas ilegal di Sungai Kelian dan wilayah eks batubara. Namun hingga kini, belum ada pernyataan tegas yang secara eksplisit menyebut nama-nama perusahaan yang terlibat. Kuat dugaan, kelompok ini juga hanya mencari celah negosiasi semata.
Negara Tak Boleh Tunduk pada Oligarki Tambang:
Kasus ini menjadi cermin betapa rapuhnya penegakan hukum di sektor pertambangan ketika kapital dan koneksi mengambil alih kendali. Jika PT. Nusa Bara dan PT. Sela Nusa Bara dibiarkan mengalihfungsikan IUP seenaknya, maka Indonesia bukan lagi negara hukum melainkan republik yang dikuasai para pemilik modal tambang.
Jika ini tidak dihentikan, jangan heran jika Kutai Barat hanya tinggal nama di peta karena seluruh kekayaannya telah dihisap secara haram, di bawah pengawasan negara yang berpura-pura tidak melihat.
Hal ini semakin jelas terlihat ketika kita mengingat kasus mantan Bupati Kutai Barat, Ismail Thomas, yang telah terbukti secara hukum memalsukan dokumen perizinan perusahaan PT. Sendawar Jaya pada tahun 2023 lalu.