TRIBUNONE.COM, SENDAWAR – Kasus penyiksaan dua ekor anjing yang digantung, dimutilasi, bahkan dikuliti dalam keadaan hidup di Kutai Barat, Kalimantan Timur, menimbulkan kemarahan publik. Video kekerasan itu viral di media sosial, memperlihatkan aksi sadis yang dilakukan sambil ditertawakan. Polisi bergerak cepat, dan kini terduga pelaku diketahui merupakan pekerja sebuah perusahaan tambang batu bara, PT. Bharinto Ekatama (BEK)
Christian Joshua Pale, pendiri sekaligus pimpinan Animals Holps Shelter di Gunung Sindur, Bogor, terjun langsung ke Kutai Barat untuk melaporkan kasus tersebut. Ia tiba di Sendawar, Jumat (22/8/2025) sore, dan langsung mendatangi Polres Kutai Barat untuk membuat laporan resmi.
“Saya harus mengucapkan bravo untuk Polres Kutai Barat, kerjanya sangat profesional dan cepat. Begitu saya datang sekitar pukul 5 sore, langsung diterima dengan baik, laporan saya dibuat, dan tim Inafis serta Buser segera dikerahkan ke TKP,” ujar Kristian kepada wartawan.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurutnya, perbuatan para terduga pelaku sangat kejam, bahkan memenuhi unsur pidana sesuai Pasal 302 KUHP tentang kekerasan terhadap hewan.
“Mereka melakukan ini dengan sadar, direkam, lalu diunggah ke media sosial. Tidak ada unsur paksaan, jadi jelas ini tindak pidana murni,” tegasnya.
Dalam perkembangan penyelidikan, polisi menemukan bahwa pelaku merupakan pekerja PT BEK, perusahaan tambang batu bara yang beroperasi di wilayah Kutai Barat.
“Ini menjadi catatan penting. Bagaimana mungkin pekerja perusahaan besar, yang seharusnya memiliki standar etika, justru melakukan tindakan biadab terhadap hewan,” kritik Christian Joshua Pale.
Ia menegaskan, kasus ini harus menjadi tonggak sejarah bagi penegakan hukum perlindungan hewan di Indonesia.
“Kalau tidak ada efek jera, kasus serupa akan terus berulang. Hari ini anjing, besok bisa manusia. Tindakan seperti ini ciri-ciri psikopat,” ujarnya.
Video yang beredar memperlihatkan dua ekor anjing digantung dengan tali. Salah satunya dimutilasi hidup-hidup, bahkan dikuliti. Dalam rekaman itu terdengar suara tawa, menandakan para pelaku menikmati kekejaman tersebut.
“Anjing itu masih menangis saat disiksa. Itu bukti betapa sadisnya perbuatan mereka. Bukan hanya hewan yang jadi korban, tapi juga kemanusiaan kita yang tercabik,” tutur Kristian dengan nada geram.
Kasus ini sontak memicu kecaman publik, tidak hanya di Indonesia tetapi juga dari komunitas pecinta hewan internasional. Kristian menyebut jutaan dokter hewan dan aktivis dunia ikut memantau perkembangan kasus ini.
Polres Kutai Barat memastikan laporan sudah diterima dengan nomor LP-B/88/VIII/2025/SPK/KALTIM/RES KUBAR. Laporan diterima langsung oleh Kanit II SPKT, pada Jumat (22/8/2025) pukul 17.05 WITA.
“Lidik sudah naik ke penyidikan. Tim Inafis dan Buser sudah bergerak ke TKP. Besar kemungkinan besok para pelaku akan dipanggil untuk dimintai keterangan,” kata Kristian usai keluar dari Polres.
Ia menegaskan akan mengawal kasus ini hingga ke pengadilan.
“Saya pastikan proses ini tidak berhenti di tengah jalan. Kami akan kawal sampai tahap B21, hingga vonis hakim dijatuhkan,” tegasnya.
Kristian menegaskan, kasus ini tidak bisa ditoleransi karena jelas melanggar hukum.
“Indonesia sudah punya Undang-Undang Perlindungan Hewan. Pasal 302 KUHP bisa menjerat pelaku dengan pidana penjara,” katanya.
Namun ia juga menyinggung adanya perbedaan perlakuan antara kasus kekerasan murni terhadap hewan peliharaan dengan tradisi budaya di daerah tertentu.
“Kalau menyangkut budaya, misalnya tradisi penyembelihan hewan adat, kami tidak bisa bawa ke ranah pidana. Tapi kasus ini murni kekerasan, bukan budaya,” tegasnya.
Kristian juga menyampaikan bahwa anjing dan kucing tidak termasuk hewan ternak konsumsi menurut undang-undang. Karena itu, segala bentuk perdagangan dan konsumsi daging anjing adalah ilegal.
“Kami sedang mendesak DPR untuk segera mengesahkan undang-undang pelarangan perdagangan anjing. Ini soal hukum dan kesehatan publik,” jelasnya.
Publik kini menyoroti tanggung jawab PT BEK terkait kasus ini. Kristian meminta perusahaan segera bersikap tegas terhadap pekerjanya yang terlibat.
“Perusahaan sebesar PT BEK tidak bisa cuci tangan. Mereka harus bertanggung jawab moral, setidaknya memecat pelaku dan membuat pernyataan resmi mengecam perbuatan itu. Kalau tidak, citra perusahaan akan hancur,” katanya.
Ia juga mendesak aparat penegak hukum menelusuri kemungkinan adanya pelaku lain dari lingkungan perusahaan yang turut terlibat.
“Karena video ini jelas direkam dengan sadar, kemungkinan ada lebih dari satu orang. Semua harus ditindak,” tambahnya.
Kristian menegaskan tujuannya datang jauh-jauh dari Bogor ke Kutai Barat adalah untuk menunjukkan kepada publik bahwa hukum pidana bisa ditegakkan dalam kasus kekerasan terhadap hewan.
“Selama ini kasus seperti ini sering berakhir damai, tanpa ada efek jera. Kali ini saya ingin Polres Kutai Barat jadi tonggak sejarah penegakan hukum perlindungan hewan di Indonesia,” ucapnya.
Kristian juga memuji profesionalitas kepolisian yang menurutnya setara dengan negara maju.
“Saya melihat sendiri pelayanan Polres Kutai Barat ini sudah setara dengan polisi di Malaysia dan Singapura. Mereka cepat, sigap, dan serius menangani laporan saya,” tuturnya. (*)