JAKARTA, TRIBUNONE.COM–Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Kabupaten Kutai Barat, Petrus, membantah keras pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang menyebut dana daerah mengendap hingga triliunan rupiah di perbankan akibat lemahnya serapan APBD. Ia menilai tudingan itu menyesatkan dan tidak menggambarkan kondisi keuangan daerah secara faktual.
“Tidak benar dana Kutai Barat mengendap. Itu bukan uang yang sengaja disimpan atau tidak digunakan. Semua sudah ada peruntukannya, sudah masuk dalam struktur APBD, dan tinggal menunggu realisasi kegiatan di lapangan,” Ujar Petrus, Rabu (22/10/2025).
Pernyataan Petrus menohok langsung ke jantung isu yang belakangan ramai di media nasional. Dalam pemberitaan, disebut bahwa terdapat Rp3,2 triliun dana mengendap di kas daerah Kutai Barat. Ia menyebut angka itu memang benar secara total nominal, tetapi salah dalam konteks. Uang tersebut bukan ditimbun, melainkan terbagi dan sudah diarahkan untuk penggunaan yang sah dan produktif.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Dari total Rp3,2 triliun itu, sekitar Rp1 triliun merupakan dana term deposit facility (TDF) yang ditempatkan oleh Kementerian Keuangan di Bank Indonesia. Itu bukan dana yang kami taruh di sana, melainkan kebijakan pusat. Sedangkan Rp2,2 triliun lainnya berada di Kas Umum Daerah di Bank Kaltimtara. Semuanya sudah teranggarkan dalam APBD,” ujarnya tegas.
Petrus menjelaskan, dana sebesar Rp2,2 triliun di kas daerah itu adalah uang yang sudah ditransfer dari pemerintah pusat dan sudah diadministrasikan sepenuhnya dalam pendapatan dan belanja daerah. Dari total itu, sekitar 70 persen telah digunakan untuk berbagai belanja prioritas, termasuk gaji pegawai, operasional SKPD, belanja barang dan jasa, hingga transfer ke kampung.
“Dana itu bukan mengendap, tapi belum terserap. Contohnya, kegiatan sudah dilelang tapi belum ada penagihan uang muka. Ada juga kegiatan yang sudah berjalan, namun belum bisa diajukan pembayarannya karena progresnya belum selesai. Jadi uang itu memang masih di kas, menunggu tagihan dari pelaksana kegiatan,” papar Petrus.
Ia menilai tudingan pemerintah pusat bahwa rendahnya serapan anggaran disebabkan oleh penimbunan dana daerah terlalu simplistis dan mengabaikan realitas teknis di lapangan. Menurutnya, banyak faktor yang membuat serapan terlihat rendah, mulai dari keterlambatan proses pengadaan barang dan jasa, kelangkaan material, hingga perubahan program yang menyesuaikan dengan kebijakan baru.
“Kalau serapan rendah, bukan berarti daerahnya malas atau uangnya ditahan. Kadang pengadaan barang tertunda karena cuaca atau logistik. Kadang juga karena revisi kegiatan akibat pergantian regulasi. Hal-hal itu tidak bisa disederhanakan menjadi tuduhan dana mengendap,” katanya.
Lebih jauh, Petrus juga menegaskan bahwa Pemkab Kutai Barat tidak pernah melakukan praktik deposito dana daerah di bank umum. Meski secara regulasi diperbolehkan, pihaknya memilih tidak menempatkan dana pada instrumen investasi apapun agar tetap fokus pada kesiapan belanja yang telah dianggarkan.
“Kami tidak mendepositokan uang daerah, tidak mengendapkan dana di bank manapun. Walaupun boleh, kami tidak melakukan itu. Karena seluruh uang itu sudah diproyeksikan untuk belanja yang terdokumentasi dalam APBD dan DPA SKPD. Setiap rupiah sudah ada alamatnya,” ujarnya.
Mengenai dana term deposit facility di Bank Indonesia, Petrus menjelaskan hal itu murni kebijakan Kementerian Keuangan. Dana tersebut tidak dapat diakses daerah kecuali dalam kondisi kas yang benar-benar defisit.
“Itu bukan keputusan daerah. Fasilitas TDF bisa diminta hanya ketika kas kita minus, misalnya untuk membayar gaji ke-13 atau ke-14. Selama posisi kas kita masih positif, ya tidak bisa diambil. Jadi jangan disamakan dengan dana yang bisa kita kelola langsung,” jelasnya.
Ia pun menyayangkan pernyataan Menteri Keuangan yang seolah menyudutkan pemerintah daerah tanpa memahami mekanisme realisasi APBD secara menyeluruh.
“Pernyataan semacam itu bisa menimbulkan kesan seolah daerah tidak bekerja, padahal faktanya tidak begitu. Kami justru berhati-hati agar realisasi sesuai aturan dan tidak asal serap,” tandasnya.
Petrus menegaskan kembali, dana Rp3,2 triliun milik Pemkab Kutai Barat bukan uang mengendap.
“Itu uang rakyat yang sedang menunggu waktu untuk dibayarkan kepada rakyat juga. Tidak ada yang disembunyikan, tidak ada yang ditahan. Semua sudah ada peruntukannya, tinggal menunggu proses teknis berjalan,” Pungkasnya.(*MN*)












