JAKARTA, TRIBUNONE.COM–Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kutai Barat menyampaikan hasil pembahasan Badan Anggaran (Banggar) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) terkait penyesuaian evaluasi Gubernur dan penyempurnaan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan Tahun Anggaran 2025. Penyampaian dilakukan dalam Rapat Paripurna XI Masa Sidang DPRD Kabupaten Kutai Barat yang berlangsung di Ruangan Rapat DPRD, Senin (20/10/2025), dan dipimpin Wakil Ketua l DPRD Agustinus.
Kabag Persidangan dan Perundang-Undangan DPRD Kutai Barat, Welsi, membacakan secara rinci maksud dan tujuan pembahasan Raperda APBD Perubahan 2025. Menurut Welsi, pembahasan ini bertujuan untuk merasionalisasikan Raperda Perubahan APBD Tahun Anggaran 2025 sekaligus menyesuaikan evaluasi Gubernur terhadap dokumen awal APBD Perubahan.
“Proses ini merupakan bagian dari program kerja DPRD Kabupaten Kutai Barat tahun 2025 dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, mulai dari UU Nomor 47 Tahun 1999 hingga Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2024 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2025,” jelas Welsi.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Pembahasan Raperda APBD Perubahan 2025 mengacu pada sejumlah dasar hukum, termasuk Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Daerah, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, serta berbagai peraturan daerah dan nota kesepakatan antara Pemkab Kutai Barat dengan DPRD mengenai Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Tahun Anggaran 2025.
Proses pembahasan dimulai pada 15 Oktober 2025 melalui rapat Banggar dan TAPD yang membahas Hasil Penyesuaian Evaluasi Gubernur serta penyempurnaan Raperda APBD Perubahan. Dari hasil rapat tersebut, DPRD memberikan sejumlah catatan dan rekomendasi kepada pemerintah daerah terkait alokasi anggaran dan prioritas belanja daerah.
Welsi menyampaikan, salah satu perhatian utama DPRD adalah rasio antara belanja pokok dan belanja penunjang pada sejumlah subkegiatan.
“Dari hasil evaluasi, proporsi alokasi anggaran belanja penunjang masih lebih besar dibanding belanja pokok. Kami mendorong Pemkab Kutai Barat untuk memformulasikan kembali uraian belanja pada subkegiatan tersebut, dengan memprioritaskan belanja pokok agar target kinerja program dan kegiatan dapat tercapai,” katanya.
Selain itu, DPRD juga menekankan dukungan alokasi APBD untuk program prioritas nasional tahun 2025. Beberapa di antaranya adalah penurunan prevalensi stunting, pengendalian inflasi, penghapusan kemiskinan ekstrem, penyediaan makanan bergizi gratis, program tiga juta rumah, swasembada pangan, kemandirian energi, serta percepatan penggunaan produk dalam negeri dan UMKM.
Welsi menambahkan, sejumlah alokasi anggaran yang sebelumnya tidak memenuhi ketentuan minimum telah disesuaikan. Misalnya, alokasi untuk pengawasan di Inspektorat Daerah yang semula hanya 0,39 persen dari total belanja daerah kini meningkat menjadi 0,53 persen, memenuhi batas minimal 0,50 persen. Alokasi dari Pajak Barang Jasa Tertentu Tenaga Listrik (PBJT-TL) untuk penerangan jalan umum yang awalnya 8,45 persen kini menjadi 30,54 persen, dari sebelumnya minimal 10 persen. Sementara alokasi dari Pajak Rokok untuk pelayanan kesehatan meningkat dari 39,55 persen menjadi 82,13 persen, memenuhi ketentuan minimal 50 persen.
Namun, terdapat beberapa komponen anggaran yang memerlukan perhatian lebih. Alokasi dari Pajak Air Tanah untuk pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan pencemaran lingkungan belum dianggarkan, padahal seharusnya minimal 10 persen dari total penerimaan pajak. Selain itu, perubahan target pendapatan daerah dari pajak daerah, khususnya Opsen Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB), mengalami penyesuaian signifikan berdasarkan hasil rekonsiliasi antara BAPENDA Provinsi Kaltim dan BAPENDA Kutai Barat. Target Opsen PKB yang sebelumnya Rp 23,968 miliar atau 22,80 persen dari total pajak daerah menurun menjadi Rp 19,301 miliar atau 18,36 persen, sedangkan target BBN-KB turun dari Rp 30,031 miliar menjadi Rp 20,956 miliar atau 19,94 persen dari total pajak daerah.
Selain itu, DPRD mencatat adanya selisih lebih besar dan selisih kurang dalam alokasi anggaran belanja pegawai, baik untuk ASN, DPRD, maupun KDH/WKDH. Misalnya, iuran jaminan kesehatan ASN semula Rp 61,336 miliar kini tercatat Rp 51,906 miliar, sehingga terdapat selisih Rp 9,429 miliar. Begitu pula iuran jaminan kematian ASN tercatat selisih Rp 1,410 miliar dari alokasi awal. Selisih juga ditemukan pada jaminan sosial DPRD dan KDH/WKDH, meski sebagian besar sudah dilakukan penyesuaian.
Welsi menekankan bahwa penyesuaian hasil evaluasi Gubernur telah memberikan hasil positif bagi beberapa indikator. Selain pengawasan, PBJT-TL, dan pajak rokok, alokasi dari Pajak Air Tanah kini tercatat memenuhi ketentuan minimal 10 persen.
“Dengan penyesuaian ini, beberapa program strategis di daerah dapat berjalan sesuai target, sekaligus memenuhi ketentuan minimal yang ditetapkan,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, DPRD memberikan rekomendasi strategis kepada Pemerintah Kabupaten Kutai Barat.
Pertama, penyusunan APBD Perubahan Tahun 2025 diharapkan mendukung pencapaian delapan Asta Cita Presiden dan Wakil Presiden RI, mendukung 17 program prioritas nasional, serta mendorong pertumbuhan ekonomi daerah sebesar delapan persen melalui peningkatan produktivitas.
Kedua, DPRD mengingatkan pemerintah daerah agar pengadaan barang dan jasa mengutamakan penggunaan produk dalam negeri, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketiga, belanja modal untuk gedung, bangunan, serta jalan, jaringan, dan irigasi yang melalui tender sebaiknya dilaksanakan melalui tender dini dengan memperhatikan waktu pelaksanaan agar tidak mengganggu target fisik dan keuangan.
Keempat, DPRD menekankan tetap disediakannya alokasi anggaran belanja gaji non-ASN hingga penetapan sebagai PPPK pada subkegiatan penyediaan jasa pelayanan umum kantor, sesuai Surat Menteri PAN RB Nomor B/5993/M.SM.31.00/2024.
Welsi menegaskan bahwa seluruh penganggaran daerah, baik pendapatan, belanja, maupun pembiayaan yang tidak tertuang dalam keputusan gubernur tentang hasil evaluasi, tetap harus berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan dan peraturan daerah Kabupaten Kutai Barat.
“Hal ini penting agar APBD Perubahan 2025 dapat dilaksanakan dengan transparan, akuntabel, dan tepat sasaran, sesuai amanat hukum dan kepentingan masyarakat,” katanya.
Selama pembahasan, anggota Banggar DPRD bersama TAPD menekankan prinsip akuntabilitas dan efisiensi anggaran. Setiap alokasi belanja dipastikan selaras dengan program dan target kinerja perangkat daerah, serta mendukung pencapaian sasaran nasional maupun daerah. Fokus utama adalah program-program strategis yang menyentuh kesejahteraan rakyat, termasuk pengentasan kemiskinan, kesehatan, pendidikan, energi, dan pengembangan UMKM.
Hasil pembahasan ini kemudian menjadi acuan bagi pemerintah daerah dalam menyusun Raperda Perubahan APBD 2025 yang telah disempurnakan. Welsi menambahkan bahwa mekanisme pembahasan yang dilakukan sesuai Keputusan Badan Musyawarah (Bamus) DPRD memungkinkan semua pihak menyampaikan masukan secara komprehensif sebelum ditetapkan sebagai Peraturan Daerah.
“Dengan hasil pembahasan ini, DPRD dan TAPD berharap Raperda Perubahan APBD Tahun Anggaran 2025 dapat segera ditetapkan menjadi Peraturan Daerah, sehingga pelaksanaan anggaran dapat berjalan tepat waktu, tepat sasaran, dan mendukung capaian kinerja program serta kegiatan yang telah direncanakan,” ungkap Welsi.












