JAKARTA, TRIBUNONE.COM–Kasus dugaan pencurian pupuk di areal perkebunan PT Aneka Raksa Internasional (ARI), Kecamatan Siluq Ngurai, Kutai Barat, menyisakan tanda tanya besar. Seorang karyawan perusahaan, Supriyadi, yang awalnya dipanggil sebagai saksi, kini justru ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan pihak kepolisian Polres Kutai Barat.
Peristiwa bermula pada 12 Agustus lalu, saat operator jonder (alat berat) itu ditugaskan mengantar pupuk ke blok tertentu bersama dua pekerja lain, yakni Pindy dan Sapri. Setelah selesai membongkar pupuk, Supriyadi kembali ke mess. Namun sore harinya, ia dipanggil ke kantor perusahaan dan diberitahu ada kehilangan pupuk. Tak lama, ia bersama dua rekannya dibawa ke lokasi penemuan pupuk—11 karung di pinggir jalan sekitar 200–300 meter dari kantor utama perusahaan.
Ketiganya kemudian diminta mengakui pencurian tersebut. “Awalnya Supriyadi hanya diminta keterangan sebagai saksi. Tapi pada pemeriksaan kedua, statusnya langsung ditingkatkan menjadi tersangka,” ujar Abet Nego, Petinggi Kampung Bentas, Kecamatan Siluq Ngurai, Jumat (29/8/2025).
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut petinggi, proses hukum yang berjalan dinilai janggal. Pasalnya, kasus itu seharusnya bisa diselesaikan secara internal oleh manajemen PT ARI.
“Pelakunya adalah karyawan sendiri, bukan orang luar. Harusnya cukup dipanggil, ditegur, atau diberi sanksi perusahaan. Kalau pun dilanjutkan, mestinya pemerintah kampung diberitahu lebih dulu untuk menjaga dampak sosialnya,” katanya.
Ia juga menyoroti syarat yang diajukan perusahaan saat keluarga Supriyadi mengajukan perdamaian. Pihak PT ARI disebut hanya mau berdamai bila tersangka memenuhi lima syarat, antara lain: mengundurkan diri, menanggung biaya sewa jonder Rp40 juta, mengganti pupuk 11 sak, menjaga kondisi tetap kondusif, serta menanggung biaya operasional di kepolisian.
“Setahu kami, penanganan kasus sudah ada anggaran di kepolisian. Kenapa dibebankan ke tersangka? Hak-hak tersangka seakan diabaikan. Padahal sebelum divonis pengadilan, dia masih punya hak untuk membela diri,” tegas Abet Nego.
Pemerintah kampung sendiri sudah memanggil manajemen PT ARI untuk membahas kronologi kasus ini pada 25 Agustus lalu. Namun perusahaan tetap bersikukuh mengikuti proses penyidikan polisi.
“Kami sempat minta dua hari waktu pertimbangan, tapi perusahaan menolak upaya damai,” ujarnya.
Abet Nego menegaskan, pemerintah kampung mendukung upaya pemberantasan pencurian di lingkungan perusahaan. Namun ia mengingatkan agar proses hukum berjalan transparan dan adil.
“Kami tidak membela salah satu pihak. Hanya ingin kasus ini ditangani dengan cara yang benar, sesuai prosedur hukum,” pungkasnya.
Dari pihak keluarga, mereka berharap perusahaan bisa membuka ruang musyawarah.
“Kami ingin ada penyelesaian damai. Harapan kami pimpinan perusahaan bisa berdamai dengan keluarga, supaya masalah ini tidak berlarut-larut,” kata Kerok perwakilan keluarga Supriyadi.
Penulis : Redaksi