JAKARTA (KUTAI BARAT) TRIBUNONE.COM – Aktivitas tambang emas ilegal di sepanjang Sungai Kelian, Kutai Barat (Kubar), Kalimantan Timur, kini makin brutal dan tak terkendali. Mulai dari Desa Kelian Dalam, Kampung Tutung, hingga Magrang, penambangan emas secara liar dengan excavator besar-besaran terjadi terang-terangan. Ironisnya, semua ini seolah dibiarkan, tanpa pengawasan serius dari aparat penegak hukum (APH).
Investigasi langsung di lapangan mengungkap kenyataan mencengangkan, praktik pertambangan emas tanpa izin (PETI) ini diduga disokong oleh oknum-oknum berpengaruh, bahkan disusupi oleh perusahaan-perusahaan tambang legal yang menyalahgunakan izin operasi batu bara untuk mengekstrak emas secara ilegal.
Salah satu perusahaan yang menjadi sorotan adalah PT. Nusa Bara dan PT. Sela Nusa Bara, pemegang IUP batu bara, yang diduga kuat melakukan eksploitasi emas dengan dalih penambangan batu bara. Alat berat dikerahkan, sungai digali, dan hutan lindung diterabas demi keuntungan segelintir pihak.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Jumlah excavator yang beroperasi pun terus meningkat, dari 27 unit pada Mei 2025 menjadi sekitar 35 unit pada pertengahan Juli.
“Awalnya saya diajak untuk survei batu bara. Ternyata disuruh kerja dompeng emas. Ini jelas bukan batu bara, ini tambang emas!” ujar seorang pekerja yang meminta identitasnya disembunyikan untuk mengutamakan keselamatan, Kamis (17/7/2025).
Konsesi Dimanipulasi, Hukum Dilecehkan
Salah satu titik terparah terjadi di kawasan Magrang, RT 09 Kampung Linggang Tutung, Kecamatan Linggang Bigung tepat di selatan Hutan Lindung Kelian Lestari (HLKL). Excavator menggasak tanah di perbatasan bekas konsesi PT Kelian Equatorial Mining (KEM), wilayah yang seharusnya steril pasca-reklamasi.
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa hukum dan tata kelola pertambangan bukan hanya dilanggar, tapi dilecehkan secara sistematis.
Penindakan Setengah Hati: Hanya Buruh Ditangkap, Otak Pelaku Bebas
Meski Polres Kutai Barat sempat melakukan penggerebekan pada 8 Juni 2025 di Kampung Tutung dan menangkap seorang pelaku berinisial R serta menyita excavator Hitachi PC 200, masyarakat menilai langkah ini masih sangat jauh dari cukup.
“Yang ditangkap cuma pekerja kecil. Mana pemilik alat? Mana perusahaan yang beri izin? Kalau hanya buruh yang ditangkap, itu bukan penegakan hukum, itu pengalihan isu!” tegas tokoh masyarakat Linggang Tutung.
Tersangka dijerat dengan Pasal 158 jo Pasal 35 UU No. 3 Tahun 2020, namun tidak ada tindak lanjut terhadap aktor intelektual dan pemodal yang diduga berada di balik jaringan tambang ilegal ini.
Sungai Dirusak, Rakyat Terancam Racun Merkuri
Aksi warga yang memprotes kerusakan Sungai Kelian tak bisa dianggap remeh. Ratusan warga Kutai Barat turun ke jalan awal Juni 2025 menuntut ditutupnya tambang-tambang emas ilegal yang telah mencemari air sungai dengan merkuri, zat kimia berbahaya yang dapat merusak sistem saraf manusia dan meracuni rantai makanan.
Ikan air tawar seperti baung dan saluang kini langka, dan air sungai tak lagi layak konsumsi. Jalan desa rusak parah karena lalu lalang alat berat. Ketegangan antarwarga mulai terjadi akibat perebutan wilayah tambang ilegal.
Desakan Satgas dan Reformasi Tata Kelola
Polres Kutai Barat telah mengusulkan pembentukan Satgas PETI lintas sektor dan mengklaim mendapat dukungan dari DPRD. Namun, publik mendesak agar penindakan menyentuh hingga akar: oknum aparat, pemodal, dan perusahaan yang bermain di balik layar.
“Selama aktor utamanya tak disentuh, ini semua hanya formalitas. Hukum tak boleh tumpul ke atas dan tajam ke bawah,” ujar aktivis lingkungan di Kubar.
Apa yang terjadi di Kubar bukan sekadar tambang ilegal namun ini adalah potret nyata pembiaran sistemik, manipulasi perizinan, dan penghancuran lingkungan yang dilakukan secara masif dan terorganisir. Negara tak boleh diam. Jika hukum masih punya taring, maka sekaranglah saatnya menindak tegas semua pihak yang terlibat, dari level pekerja sampai pemilik modal, dari oknum pengawas hingga korporasi besar yang menyalahgunakan izin.
Jika negara kalah oleh tambang ilegal, maka rakyat dan lingkunganlah yang akan menjadi korban abadi.